google image |
Malam ini langit menuturkan
kisahnya melalui rintik hujan, hanya rintik… tak lebih. Namun itu saja cukup
membuat jemariku beku, tunduk pada udara lembab yang berhembus menyelimuti
pinggiran kota kembang ini. Pada titik tertentu, aku menyadari jika alam adalah pena-Nya yang
membuatku berfikir keujung terdalam mahkota berfikirku, dan sudah dipastikan
setiap akhir dari mengeja kebesaranNya adalah selalu terdampar tak berdaya di
titik indah, yakni *iman.
google image |
Senyum untuk rasa lelah, untuk setumpuk work paper yang kutinggalkan dimeja kerja, serakan sketsa yang belum rampung… senyum untuk ingatan pada jam kantor siang tadi, semprotan ketua Sanggar atas complain konsumen, yang katanya akibat kelalaianku, Ah… semua senyum itu bermekaran menemani ayunan kakiku hinga sampai ke tempat ini, tempat milik kita berdua… Jembatan Candid (baca: Kendid *please don’t google!).
“Dimana kamu?”
Kutemui kehampaan sekeliling
Candid, engkau seolah raib ditelan gerimis. Aku tak suka ini, keterlambatan! Rintik hujan masih bersenandung,
menari di atas dedaunan, memeluk kuncup bunga kemudian rebah menyemai tanah.
***
“hm, dia adalah pecahan cahaya
putih… mungkin juga sebaliknya, cahaya putih adalah kumpulan warna-warna itu…”
“pecahan cahaya putih? Apakah
warna hitam termasuk pecahannya?”
Aku sedikit bingung menjawab
pertanyaanmu, tapi akhirnya aku menggelengkan kepala… “Benda akan terlihat
berwarna putih jika memantulkan semua gelombang dan akan berwarna hitam jika
menyerap semua gelombang… tapi ada juga yang mengatakan, hitam adalah warna
dasar… sebagian lagi mengatakan kalau hitam bukanlah warna… ” penjelasan ini kutahu
membuatmu mengernyit. Aku terbahak melihat ekspresi wajahmu yang lucu.
Dimalam yang lain, kamu menunjuk
langit Timur dan Barat dengan sorot mata berbinar, “tolong ceritakan tentang
warna langit saat fajar dan senja hari…”
Begitulah kamu, selalu tertarik
dengan warna-warna alam yang tampak dalam keseharian.
Dan kemarin malam kamu mengajukan
sebuah permintaan yang membuatku terhenyak… “ceritakan tentang warna cinta…
semua benda memiliki warna. Apakah cinta, ketulusan dan kebaikan memiliki warna
juga? Seperti apa warna mereka?”
Pertanyaan itu kusimpan untuk
waktu yang cukup lama, satu minggu! Aku berjanji padamu akan menceritakannya
setelah tugas kantorku selesai… kamu memandangku dengan iri saat kusebutkan
jenis pekerjaanku, “duniaku adalah tentang bereksperimen dengan warna-warna,
pola, sketsa dan bermain-main dengan imajinasi.”
Kamu tersenyum, senyum yang
membuatku menyesal mengatakan apa pekerjaanku… Kemudian kita duduk ditepi
jembatan sambil menggoyangkan kaki yang terjuntai. Aku mengajarimu
menggambar graffiti, kukeluarkan 1 set krayon yang sengaja kubeli untukmu,
well… ini permainan anak kecil tapi kita sangat menikmatinya, aku sesekali
mencuri pandang hanya untuk melihat ekspresimu saat menggoreskan warna di atas
kertas. dan kamu selalu tertawa jika menangkap basah tatapanku.
“datanglah seminggu lagi. Aku akan
menunggumu di sini.” Ujarmu sebelum kami berpisah.
Aku pulang dengan gelombang aneh
dalam dadaku… ceritakan tentang warna cinta, ketulusan dan kebaikan…. Ah,
bagaimana aku dapat menceritakan warna-warna sakral ini…
***
Satu jam berlalu. Hawa dingin
terus mengejek dan memaksaku untuk menyerah. Apa kata orang bila melihatku,
seorang gadis… berteduh dibawah pohon Kerisam dipinggir jembatan malam-malam
dan hanya sendirian… fikiran seperti ini sungguh membuatku frustasi.
“mengapa kamu terlambat? Atau
mungkin kamu tak akan datang? Setidaknya berilah kabar… bukankah suatu hal yang
mudah menitipkan pesan pada pelayan di café langganan kita, di ujung jalan sana…
atau selipkan surat di tiang jembatan ini seperti biasa… mengapa…”
Aku berhenti menghakimimu dengan
perasaan kotorku, saat teringat bahwa kamu tak pernah terlambat, kamulah yang
selalu menungguku bahkan jika aku harus terlambat karena meeting mendadak. Rasa
khawatirku tiba-tiba menyeruak, dengan langkah seribu kukejar angin malam
menyusuri dinding jalan yang licin, menghindari semprotan air oleh roda-roda
kendaraan berat yang melintas… mengejar bayanganmu dalam lipatan memoryku,
hingga nafasku tersengal-sengal. Menyisir bangunan kumuh dipinggiran rel dan aku
berhenti tepat di depan sebuah bangunan beratap seng dan berdinding kardus.
“Rida!?” panggilku… beberapa saat
kutunggu, tak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.
“Rida! Kamu ada di dalam sana?”
hening. Lalu munculah seorang perempuan tua, rambutnya telah memutih semua. Tampaknya
beliau adalah nenekmu. “cari siapa nak?”
“Rida.. dimanakah Rida nek?
Apakah ia telah pulang dari berjualan Koran hari ini?”
Nenek itu hanya diam, tak
menjawab. Mungkin kebingungan karena bertemu orang asing yang tiba-tiba
memanggil cucunya seperti dua orang sahabat yang telah lama tak berjumpa. Meski
kamu sering menceritakan tentang beliau padaku, namun saat ini kami baru
pertama kali bertemu.
http://liyanjourney.blogspot.com |
Sebelum aku bertanya, kamu
membuka mulut untuk meminta maaf atas janji pertemuan kita yang tak dapat kau
penuhi… ah, seharusnya aku yang meminta maaf.
Aku kembali terkejut saat kamu mengatakan
kini matamu hanya tinggal satu.. karena satu lagi telah diberikan dengan ikhlas
kepada temanmu, seorang gadis kecil disamping rel kereta di sebelah bedengmu
ini… Gadis itu kehilangan dua matanya karena tertabrak mobil tempo hari, saat
sedang mengamen. Lalu si penabrak melarikan diri, sikap tak bertanggungjawab
yang kerap dijumpai ditanah air ini. Maka dengan SKTM milik salahseorang tetangga
lainnya ia akhirnya mendapat perawatan di rumah sakit, namun… sekali lagi ia
kehilangan kedua matanya dan itu tentu sangat menyedihkan.
“aku tak ingin ia hanya memiliki
satu warna, -hitam… dalam hidupnya.. jadi kuberikan sebelah mataku. Kuberikan
warna putih untuknya….”
***
Aku tak kuasa berkata-kata. Seribu
kata yang semula telah kupersiapkan ternyata bercerai berai, meraib ditelan
ketulusan pengorbanan dan lukisan warna cintamu. Kamu Sahabat
kecilku tersayang… Seorang gadis kecil
berusia 10 tahun, hanya hidup berdua
dengan sang nenek, penjaja Koran dan hidup miskin ditengah masyarakat hedonis namun
seorang yang tegar dan terhormat dimata Allah, meski kamu menderita Akromatisme (buta warna
total) bawaan, yang hanya dapat melihat warna hitam dan putih dalam hidupmu…
namun kamulah pemilik segala warna dari ketulusan, cinta dan pengorbanan…
***
Dan aku selalu terperangah membaca kata demi katamu kak Liyan...
:)
Miss you >_<
Sekian lama rasanya tak ngobrol :(
bagus banget blognya,,,,,
saya jadi teringat kisah Tasripin seorang bocah kecil yang berjuang keras demi menghidupi dirinya beserta ketiga adiknya....cinta dan pengorbanan hadir dalam beraneka bentuk dikehidupan ini...salam :-)
dik Za... What can I say? Miss you to. ^_^
Ya, rasanya waktu itu sudah lamaaa..... semoga Dia mempertemukan asa kita semua, dengan petunjukNYa.. Insya Allah.
terimakasih atas kunjungannya May... semoga dapat menuai manfaat dari yang dihadirkan disini. :)
Terimakasih atas apresiasinya mas. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari kisah hidup mereka...
Mbak,, ceritamu keren banget,,
#berkaca-kaca
makasih kunjungannya ya... semoga mendapat manfaat dari yang dihadirkan disini. :)
Hampir meneteskan air mata aku membacanya.. :'(
lagi2 membaca ditemani backsound yg menyentuh walau ku dengar berkali-kali..
Makasih.. dibuat buku bagus lho Ukhti..
Terimakasih silaturrahminya akhie...
dibuat buku? waah... aamiin, semoga ya suatu saat nanti, Insya Allah. :)
haduh.....btw saya suka jalur ceritnya...selalu bikin bertanya2.....suatu hari tulislah novel Liyan....
Membacanya... diiringi sauara pino yang lembut, hmm.... syahdu....
Sebuah novel? Yeah, Aamiin... Insya Allah bang... suatu hari nanti ^_^
makasih atas kunjungannya pak ustadz...
ini yg bikin cerpennya siapa? cerpenmukah? cakep sekali ceritanya, aku ampe terharu..
ijin aku save ya..
^_^
terimakasih atas kunjungannya sahabat. ya, ini kisahku...
jika ini dapat memotivasimu dalam melangkah menjalani kehidupan, sungguh senang dapat berbagi denganmu. :)
waduh, belum baca :D
ikutan komen dulu muahahaha
masaksih matanya bisa dikasih ma orang ? bener2 luar biasa itu orang. salut. dan mengharukan. salam kenal
aziiiim..... wew! ^_^
Salam kenal kembali sahabat naza. :)
memberikan salahsatu organ penting dalam tubuh kita kepada orang lain memang hal yang langka dan luarbiasa. Dan yang Rida donorkan adalah kornea matanya, sebenarnya di indonesia tidak menerima donor mata dari yang masih hidup, namun siapakah yang dapat menolak kekuatan cinta dan ketulusan? seorang dokterpun tidak berhak untuk menghalanginya bukan?
sama2 terimakasih ya :-)
Menemukan cinta dalam kesederhanaan dan pengorbanan.. aku selalu suka tema yang seperti ini, menyentuh. Membutuhkan keseriusan total untuk memberikan tiap barisnya menyenangkan dibaca.. semoga sukses selalu ya Liyan :)
Ukhti Basta... jazakillah khoir ya... Alwaisy stand up come to my side for give me support. :))
Thanks a lot*
amin ya robbal'alamin
menyentuh dan bagus bgt....aku suka (Y)
Terimakasih sudah berkenan meninggalkan jejak disini.
Siapapun dirimu, sahabat... salam kenal. Semoga mendapatkan manfaat dari yang dihadirkan disini. Sekali lagi, terimakasih.
Gambar paling atas kelihatan nyata sekali ya ?